DPR Klaim Tak Lemahkan KPK Lewat Revisi UU

DPR Klaim Tak Lemahkan KPK Lewat Revisi UUdesmond j mahesa. ©2017 Merdeka.com/dpr.go.id
 Wakil Ketua Komisi III, Desmond J Mahesa, mengklaim revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) bukan untuk melemahkan komisi antirasuah. Menurut Desmond, beberapa pasal yang direvisi bertujuan untuk memberikan kepastian terhadap hukum.
Salah satu yang bakal direvisi adalah terkait penghentian kasus atau SP3. KPK tidak mengenal SP3 karena tidak ada dalam UU KPK. Politikus Gerindra ini menyebut, sebagai negara hukum sepantasnya diberikan kepastian hukum kepada warga negara.
"Dalam negara hukum harus ada SP3 karena ini bicara tentang kepastian hukum. Kalau ada pesan ini melemahkan kan dalam negara hukum harus ada kepastian hukum, kecuali Indonesia UU kita tidak bicara tentang negara hukum," jelas Desmond di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (5/8).
Lebih lanjut Desmond menyebut, terkait pengaturan SP3 dalam UU KPK juga berdasarkan KUHAP. Dalam hukum acara pidana itu diatur tentang penghentian kasus.
Poin lain yang akan direvisi adalah terkait penambahan fungsi dewan pengawas untuk KPK. Serta, aturan terkait melakukan penyadapan. Izin penyadapan ini harus diminta kepada dewan pengawas.
Desmond mengatakan, dalam revisi dewan pengawas dan penasihat KPK akan lebih konkret. Fungsi itu belum ada saat ini. Terkait siapa yang akan menunjuk nanti akan didebatkan kembali
"Pertanyaannya hari ini ada pengawas KPK enggak di sana, penasihat dan pengawas itu akan kita konkretkan akan kita clear," ucapnya.
Poin lainnya terkait revisi adalah tentang LHKPN. Dalam draf terdapat coretan terhadap KPK tak bisa mengumumkan LHKPN. Desmond menolak menanggapi karena masih menjadi perdebatan. [lia]
Share:

Ketua AMPG Beberkan Kepiawaian Airlangga Pimpin Golkar Selama 1,5 Tahun

Ketua AMPG Beberkan Kepiawaian Airlangga Pimpin Golkar Selama 1,5 TahunAirlangga di Bali. ©2019 Merdeka.com
 Ketua Umum PP AMPG Irwan Kurniawan mengatakan memimpin sebuah partai politik yang telah berusia lebih dari setengah abad seperti Golkar bukanlah perkara gampang. Apalagi jika terjadi pada masa transisi di mana sebelumnya dihantam dengan badai tergerusnya kepercayaan publik akibat kasus korupsi yang menimpa beberapa pimpinan partai sebelumnya.
"Satu setengah tahun memimpin Partai Golkar, bukannya dilalui Airlangga Hartarto tanpa hambatan. Dinamika yang terjadi di internal partai berlambang Beringin, menguras energi dan menguji talenta politik Airlangga Hartarto yang juga diberi amanah menjabat menteri Perindustrian oleh Presiden RI Joko Widodo," kata Irwan di Jakarta, Kamis (5/9).
Ilham melanjutkan, waktu pada akhirnya membuktikan Airlangga meloloskan Partai Golkar dari lubang jarum. Menurutnya, Airlangga mengantar partai yang dipimpinnya meraih kursi terbesar kedua pada Pileg 2019 sebanyak 85 kursi dengan perolehan suara 17.229.789 atau 12,31 persen.
"Kepiawaiannya dalam berpolitik menuntunnya pada jalan kemenangan saat memutuskan menjadi partai pengusung pasangan Jokowi - Ma'ruf Amin pada Pilpres 2019," katanya.
Apalagi, Partai Golkar yang pasca reformasi selalu mengalami kegagalan dalam mencalonkan presiden RI. Baginya, saat ini Golkar meletakkan catatan sejarah bahwa ternyata mampu mengantarkan Jokowi menjadi Presiden RI periode 2019-2024.
Dia melanjutkan, mantan Ketua Umum DPP Partai Golkar Akbar Tanjung pun melayangkan apresiasinya terhadap kepemimpinan Airlangga Hartarto yang dinilainya sangat spektakuler. Karena di tengah hantaman badai yang begitu dahsyat, Partai Golkar tetap mampu bertahan.
"Keberhasilan ini patut mendapat apresiasi yang tinggi dalam menjalankan roda organisasi Partai Golkar. Ajakan pribadi serta kesadaran ini seyogyanya bisa tertular secara masif kepada kader dan simpatisan partai Golkar," katanya.
Dia melanjutkan, tidak ada alasan lagi bagi siapa pun untuk mempersoalkan prestasi Partai Golkar. Saat ini, para punggawa Partai Golkar yang tersebar di DPD provinsi, kabupaten/kota hingga desa wajib mengikuti keberhasilan ini, dan diharapkan bisa belajar dari keberhasilan nasional.
"Tidak dapat dipungkiri ada beberapa daerah yang gencar melancarkan kritik namun yang bersangkutan lupa melakukan introspeksi pada lingkungannya sendiri. Bahkan menjadi rahasia umum kalau kegagalan total itu terjadi," katanya.
Akbar menyarankan kepada para pengurus daerah Partai Golkar tertentu tersebut sebaiknya tabayun agar tidak salah kaprah bahwa seakan berhasil padahal Gatot (gagal total)
"Kita sama - sama mengetahui bahwa kegagalan konsolidasi Partai Golkar pada daerah - daerah tertentu itu bukti bahwa ternyata para petinggi Golkar di daerah tersebutlah yang harus dievaluasi," tuturnya.
Sebagai kader yang dipercayakan atau mendapat amanah mengamankan kebijakan Partai Golkar di daerah, harus mampu membuktikan keberhasilan kepemimpinannya. Nukan malah selalu mencari kelemahan pada pengurus di tingkat nasional.
"Semoga ada kesadaran untuk dapat merenungi atas kegagalan yang tercipta di daerahnya tersebut dan memberikan kesempatan kepada para pengurus partai di kabupaten/kota lebih leluasa untuk berekspresi dalam pilihan politik," katanya. [eko]
Share:

Anggota Baleg Sebut NasDem Minta Revisi UU MD3 Dilakukan Tahun Depan

Anggota Baleg Sebut NasDem Minta Revisi UU MD3 Dilakukan Tahun DepanGedung DPR. ©2015 merdeka.com/muhammad luthfi rahman
  Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR Hendrawan Supratikno menegaskan semua fraksi setuju dengan rencana Revisi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3) terkait pasal formasi pimpinan MPR dari lima menjadi 10 orang. Namun ada beberapa fraksi yang menyetujui dengan catatan tersendiri.
"Memang ada yang memberikan catatan pada saat rapat itu Partai NasDem apakah tidak sebaiknya dilakukan setelah Undang-Undang MD3 yang sekarang Undang-Undang Nomor 2 2018 nanti, misalnya awal tahun depan apabila dibutuhkan bisa direvisi," kata Hendrawan, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (5/9).
Hendrawan menegaskan, hanya ada satu pasal saja yang direvisi terkait penambahan pimpinan MPR. Dia menilai memang perlu tidak ada salahnya untuk UU MD3 direvisi.
"Kalau MD3 hanya pimpinan MPR saja karena MPR lembaga permusyawaratan itu sebabnya Kenapa tidak semua di akomodasi," ungkapnya.
Sebelumnya, Ketua Baleg DPR Supratman Andi Agtas membenarkan pihaknya telah membuat draf revisi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD terkait pasal formasi pimpinan MPR. Menurutnya, revisi itu dilakukan atas dasar putusan dari Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR.
"Jadi ini ada putusan Mahkamah Kehormatan Dewan yang memerintahkan untuk dilakukan revisi. Sehingga mau tidak mau saya harus menjalankan itu," kata Supratman di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (29/8).
Revisi itu dilakukan untuk menambah jumlah pimpinan MPR menjadi 10 orang. Padahal, dalam pasal formasi pimpinan sebelumnya, MPR hanya dipimpin satu ketua dan empat wakil. [eko]
Share:

Rapat Paripurna Putuskan Revisi UU MD3 Menjadi Inisiatif DPR

Rapat Paripurna Putuskan Revisi UU MD3 Menjadi Inisiatif DPRRapat Paripurna DPR. ©2014 merdeka.com/muhammad lutfhi rahman
 Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyepakati Revisi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR dan DPD dan DPRD (UU MD3 untuk direvisi sebagai usul dari DPR. Pasal yang akan direvisi terkait dengan penambahan pimpinan MPR menjadi 10 orang.
Hal itu disetujui dalam rapat paripurna ke-7 masa persidangan 2019-2020 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (5/9).
Berdasarkan pantauan merdeka.com, rapat dimulai sekitar pukul 11.00 WIB dipimpin Wakil Ketua DPR Dari Fraksi PDI Perjuangan Utut Adianto. Tak banyak anggota yang hadir dalam rapat itu.
Rapat diawali dengan mendengarkan pandangan fraksi tentang usul revisi tersebut. Namun pandangan itu disampaikan hanya dengan cara tertulis.
Setelah disampaikan secara tertulis, Utut langsung meminta persetujuan fraksi terkait apakah bisa revisi MD3 disahkan untuk dibahas sebagai inisiatif DPR. Hal itu, langsung disetujui para peserta rapat.
"Apakah usulan penyusunan perubahan atas UU Nomor 2 Tahun 2018 tersebut dapat disetujui untuk menjadi RUU usulan DPR?" tanya Utut.
"Setuju," jawab peserta rapat.
Karena sudah disahkan sebagai UU inisiatif DPR maka, RUU tersebut akan segera di bahas lebih lanjut oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR. [ray]
Share:

Puan Maharani Soal Revisi UU MD3: Itu Urusannya DPR

Puan Maharani Soal Revisi UU MD3: Itu Urusannya DPRPuan Maharani. ©2015 Merdeka.com
  DPR RI akhirnya menyepakati revisi UU Nomor 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD atau UU MD3. Hal ini disetujui dalam rapat paripurna ke-7 masa persidangan 2019-2020 hari ini, Kamis (5/9). Dalam revisi ini diusulkan jumlah pimpinan MPR ditambah dari lima menjadi 10 orang.
Puan Maharani yang digadang-gadang akan menjadi Ketua DPR pada periode akan datang menolak mengomentari revisi ini. Dia mengatakan tak punya kewenangan untuk mengomentari karena saat ini dia masih menjabat sebagainya menteri dan belum masuk ke DPR.
"Itu urusannya DPR. Saya belum masuk DPR," ujarnya di Gedung Lemhanas RI, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Kamis (5/9).
Dia mengatakan isu harus ditanyakan ke pimpinan DPR saat ini. Dia mengaku tak tahu menjawab bagaimana karena masih belum masuk ke legislatif.
"Ini belum DPR, jawabnya gimana? Itu ranahnya legislatif," ujarnya.
Menurutnya revisi UU MD3 tak serta merta diusulkan. Namun dipastikan telah melalui sejumlah pertimbangan. Namun pertimbangannya seperti apa, dia menyarankan agar ditanyakan ke pimpinan DPR maupun pimpinan fraksi. [ray]
Share:

Khawatir Lemahkan Pemberantasan Korupsi, PKS akan Cermati Draf Revisi UU KPK

Khawatir Lemahkan Pemberantasan Korupsi, PKS akan Cermati Draf Revisi UU KPKGedung KPK. ©2014 merdeka.com/dwi narwoko
 DPR sepakat merevisi Undang Undang (UU) tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK). Kesepakatan RUU tersebut disetujui seluruh fraksi dalam rapat paripurna.
Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PKSNasir Djamil, menyebut bahwa pihaknya tak mau gegabah menyetujui perubahan undang-undang KPK menjadi undang-undang baru. PKS akan mengkaji draf RUU tersebut.
"PKS pada dasarnya wait and see belum bisa menolak dan menerima. Pada prinsipnya kami cermati gimana perubahannya karena kan ada dasar filosofinya ya. Kita mau cermati itu dulu lalu baca naskah akademisnya, lalu draf RUU-nya," kata Nasir saat dihubungi wartawan, Kamis (5/8).
Nasir merespons poin RUU soal penghentian penyadapan. Isi poinnya KPK berwenang menghentikan penyidikan dan penuntutan terhadap perkara tindak pidana korupsi yang penyidikan dan penuntutannya tidak selesai dalam jangka waktu paling lama 1 tahun.
PKS akan mengkaji betul soal itu. Dia khawatir RUU KPK bisa melemahkan lembaga antirasuah. Nasir akan terus mencermati dinamika RUU KPK.
"Kalau menyurutkan pemberantasan korupsi, kalau revisinya ke arah melemahkan, kita tidak ingin buru-buru. Jokowi juga bilang bahwa kualitas pemberantasan korupsi itu bukan banyak yang ditangkap, tapi perubahan sistem, tapi kalo perubahan nanti gak sesuai dengan ini, PKS tentu akan jaga," jelasnya.
Untuk diketahui, berdasarkan draf RUU KPK, terdapat tiga poin penting yang menjadi perhatian. Antara lain mengenai pembentukan dewan pengawas, penghentian penyidikan, dan tata cara penyadapan. [lia]
Share:

Sekjen Golkar Bantah Ada Pemboikotan Rapat Korbid Wilayah Timur

Sekjen Golkar Bantah Ada Pemboikotan Rapat Korbid Wilayah TimurPartai Golkar pecat Bowo Sidik Pangerso. ©Liputan6.com/Johan Tallo
 Sekretaris Jenderal Partai Golkar Lodewijk Freidrich Paulus membantah ada pemboikotan terhadap rapat kordinator bidang (Korbid) pemenangan wilayah Indonesia timur. Lodewijk mengatakan, semua pengurus diundang.
Dia menilai, kalau yang bersangkutan tidak hadir bukan berarti memboikot. "Siapa yang memboikot? kita undang tidak datang atau berhalangan hadir jangan dikatakan boikot. Kita undang ternyata dia tidak hadir, ya udah rapat harus jalan," ujar Lodewijk di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (5/9).
Rapat korbid, kata Lodewijk tidak ada satu dua orang tidak hadir, rapat tidak bisa berjalan. Sebab, dalam rapat korbid memang juga tidak ada keputusan politik yang mengikat.
"Rapat korbid kan tidak ada cerita kuota dua orang ga ada terus rapat (dibatalkan). Sudah dibilangin tadi ga ada keputusan politik," ucapnya.
Kalau tidak hadir, kata Lodewijk hanya membuat beban pengurus lain bertambah. Misalnya kerja tiga orang harus dikerjakan satu dua orang.
"Dia hanya membuat cuma buat orang kerja cape, seharusnya kerja 3 orang, satu ga dateng, berdua kerja atau hanya satu," kata dia.
Alasan Rapat di Luar Kantor DPP
Lodewijk juga menjelaskan alasan rapat koordinator bidang (korbid) digelar di luar kantor DPP Golkar di Jakarta Barat. Menurutnya hal tersebut sesuai dengan keinginan ketua korbid masing-masing.
"Ada beberapa tempat lah sesuai permintaan korbid dimana ada yang di sana dan di sini," ujarnya.
Lodewijk menjelaskan penjagaan ketat di kantor DPP bukan alasan rapat korbid dilakukan di luar kantor. Dia pun menyebut kantor DPP diperketat karena masalah keamanan pemicunya adalah pelemparan molotov.
Menurutnya alasan rapat korbid di luar kantor karena masalah teknis. Seperti pada hari Kamis (5/9). Rapat korbid pemenangan wilayah Indonesia timur dilakukan di ruang fraksi Golkar DPR, Senayan, Jakarta Pusat. Alasannya, kata Lodewijk karena siang ini ada acara pisah sambut anggota DPR Golkar yang dipimpin ketum Airlangga Hartarto. Sehingga, kalau harus ke Slipi tempat kantor Golkar harus menembus kemacetan.
"Ya bukan itu nanti kan berikutnya. Karena ini kan ada acara tadi, kelanjutan Orang sudah di sini bolak balik lagi," jelasnya.
Sebelumnya, sejumlah pengurus Golkar memboikot rapat korbid di ruang fraksi Golkar DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (5/9). Pengurus itu adalah Sirajuddin Abdul Wahab, Cyprus A Tatali, Victor G May, Abukasim Sangadji, Marleen Petta, dan Fransiskus Roi Lewar.
Sirajuddin menjelaskan, tidak menghadiri rapat korbid karena tidak relevan dan tidak ada persiapan menuju pleno. Soal wilayah dia menolak karena tidak dilaksanakan di kantor DPP Partai Golkar.
Alasan boikot itu juga menuntut Ketum Golkar Airlangga Hartarto segera melaksanakan pleno paling lambat 10 September 2019. [bal]
Share:

PDIP: Revisi UU KPK Untuk Perbaikan

PDIP: Revisi UU KPK Untuk PerbaikanSekjen PDIP Hasto Kristiyanto di Tugu Proklamasi. ©2019 Merdeka.com
 Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menilai, revisi terhadap UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) semangatnya untuk perbaikan. Supaya kinerja KPK semakin baik.
"Semua dalam semangat untuk perbaikan," katanya dalam keterangannya, Jumat (6/9).
Dia mengungkapkan, saat semua fraksi di DPR setuju revisi tersebut, artinya mereka mengambil keputusan melalui evaluasi. Sehingga, fraksi di DPR menilai perlu ada perubahan demi kebaikan.
PDI Perjuangan menilai revisi tersebut untuk pengawasan diperkuat dan lebih mengedepankan pencegahan tindak pidana korupsi. Hal tersebut dianggap berjalan dengan pidato presiden Joko Widodo 16 Agustus lalu.
"Ada juga spirit untuk meningkatkan sinergitas antar lembaga penegak hukum, tapi sekaligus untuk memperbaiki," jelas Hasto.
Hasto menuturkan, di masa lalu semua melihat ada kelemahan dalam wujud penyalahgunaan kekuasaan. Dia berkata, hal tersebut dilihat dari berbagai kepentingan politik yang mewarnai keputusan yang diambil. Dalam saat bersamaan, ada kasus yang tidak dilanjutkan.
"Jadi revisi ini semuanya dalam semangat untuk perbaikan," tandas Hasto.
Sebelumnya, DPR telah menyetujui revisi UU KPK dilanjutkan. Hal itu disepakati salam rapat paripurna, Kamis 5 September. Semua fraksi menyatakan setuju revisi tersebut menjadi usulan DPR. [fik] 
Sumber: https://www.merdeka.com/politik/pdip-revisi-uu-kpk-untuk-perbaikan.html
Share:

Jokowi Bisa Batalkan Revisi UU KPK Lewat 2 Cara Ini

Jokowi Bisa Batalkan Revisi UU KPK Lewat 2 Cara IniJokowi pimpin rapat terbatas soal industri 4.0. ©Liputan6.com/Angga Yuniar
 Revisi Undang-Undang KPK tengah dibahas di DPR. Presiden Joko Widodo (Jokowi) diminta membatalkan pembahasan tersebut. Pakar hukum dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menyebut, ada dua sikap yang harus dilakukan jika Jokowi ingin menolak revisi undang-undang KPK yang jadi usulan DPR itu.
Pertama adalah dengan secara tegas tidak menyetujui pembahasan tersebut. Jokowi, kata Fickar, sedianya tidak mengirim surat presiden (Surpres) ke DPR sebagai bentuk sikapnya agar revisi tidak berjalan.
"Melawannya salah satunya dengan tidak mengirim Surpres," ujar Fickar saat dikonfirmasi merdeka.com melalui pesan singkat, Jakarta, Jumat (6/9).
Kedua, Jokowi seharusnya melobi partai koalisinya agar tidak meneruskan pembahasan RUU KPK. Sejatinya, kata Fickar, banyak segala upaya yang bisa dilakukan Jokowi menghadapi keadaan dilematis, mengingat disebutkan bahwa dimunculkannya lagi revisi undang-undang KPK adalah inisiatif dari partai koalisi pemerintah.
"Jadi presiden harus menggunakan semua cara selain Surpres juga meminta fraksi-fraksi koalisi pendukung untuk tidak menyetujui perubahan UU KPK," tukasnya.
Secara terpisah, Tenaga Ahli Utama Kedeputian V Kantor Staf Presiden Ifdhal Kasim meminta masyarakat dan KPK tidak khawatir soal rencana revisi UU Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK. Sebab rencana revisi itu masih sebatas usulan.
Mantan Ketua Komnas HAM itu menyebut, Jokowi juga belum menerima naskah akademik revisi UU KPK dari DPR. Kalaupun nantinya pemerintah setuju, Ifdhal mengatakan, DPR masih harus membentuk panitia kerja atau panitia khusus untuk membahas revisi UU KPK.
"Kemudian kan belum pernah juga dibahas daftar inventaris masalahnya apa, DIM-nya. Jadi itu masih jauh itu," ujar Ifdhal. [rnd] 
Share:

5 Parpol Pendukung Jokowi Jadi Pengusul Revisi UU KPK

5 Parpol Pendukung Jokowi Jadi Pengusul Revisi UU KPKRapat Paripurna DPR. ©Liputan6.com/Johan Tallo
 Lima partai pengusung presiden Joko Widodo menjadi pengusul revisi UU No 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK). Lima partai itu adalah PDIP, Golkar, PPP, PKB dan NasDem.
Sebelumnya, anggota Komisi III Arsul Sani menyebutkan, ada enam orang yang mengusulkan. Anggota Komisi III dari PDIP Masinton Pasaribu membenarkan dia dan beberapa anggota dewan mengusulkan revisi tersebut.
"Sekarang saya dan beberapa teman-teman kembali mengusulkan itu. Nah kemudian menjadi usul inisiatif Baleg. Diambil oleh institusi Baleg," ujar Masinton di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (6/9).
Masinton membenarkan, kawannya yang mengusulkan revisi UU KPK adalah Risa Mariska dari PDIP, Taufiqulhadi dari NasDem, Saiful Bahri dari Golkar. Semuanya adalah anggota Komisi III. Ditambah anggota Fraksi PPP dari Komisi II Achmad Baidowi dan anggota Komisi IV DPR Ibnu Multazam dari PKB.
Masinton menyebut, mereka telah membicarakan mengenai revisi ini dengan anggota lintas fraksi. Dia telah melakukan lobi-lobi dengan anggota dewan lain. Namun, pembahasan itu baru dengan anggota dewan. Masinton klaim tidak bertemu dengan pihak pemerintah.
"Sebagai politisi kan anggota DPR ini pasti saling komunikasi. Kalau enggak mana mungkin tiba-tiba," ucapnya.
Masinton pun menjelaskan, pembahasan di Baleg pada 3 September lalu cukup alot. Pembahasan revisi UU KPK memakan waktu tiga jam. Dia menyebut tidak ada lobi tukar guling dengan revisi UU MD3 yang dibahas di waktu yang sama.
"Nggak lah kan pembahasan terpisah. Kebetulan saja hari sama," ucapnya.
Secara terpisah, anggota Baleg Hendrawan Supratikno membenarkan PDIP, NasDem, Golkar, PPP dan PKB menjadi partai pengusul revisi UU KPK. Namun, pada akhirnya dalam rapat Baleg semua partai menyetujui usulan tersebut. Sehingga di sidang paripurna semua fraksi pun menyatakan setuju.
"Begitu sudah jadi inisiatif DPR, semua fraksi berarti ikut mendukung. Saat rapat di Baleg, ada anggota dari semua fraksi," kata Hendrawan dikonfirmasi. [rnd]
Share:

Recent Posts